Sejarah Sepatu
Jumat, 01 Maret 2013
Bakiak cantik
Sepatu Sepak Bola
Setelah kemarin bercerita tentang peristiwa unik pada sepak bola,sekarang sedikit saya ingin berbagi info tentang sejarah munculnya sepatu sepakbola.
Pada awalnya, pemain boleh mengenakan sepatu jenis apa pun di lapangan. Sepatu dengan alas polos yang sering dipakai untuk kerja pun diperbolehkan. Sepatu wanita dengan hak agak tinggi bahkan pernah digunakan para pemain sepakbola di lapangan hijau.Kemudian, keluarlah peraturan FIFA pada 1863. Salah satunya berbunyi, “Yang tidak memakai paku menonjol, lempengan besi, atau getah karet pada sol sepatunya tidak diperbolehkan bermain”.
Aturan itu memunculkan gairah tukang sepatu di Inggris dan Eropa untuk membuat sepatu khusus sepak bola. Sebelum industri massal dimulai, tukang sepatu kebanyakan membuatnya dalam skala produksi rumah tangga.
Pada 1895, Joe dan Jeff Foster mendirikan J.W. Foster and Sons di Bolton, Inggris, sebelum mengubahnya menjadi Reebok pada 1958. Sejak Januari 1905, Herman Jansen membuat toko sekaligus bengkel sepatu di rumahnya di Kota Hengelo, Provinsi Gelderland, Belanda timur. Pada tahun yang sama, muncul pula pembuat sepatu bola di Inggris.
Industri sepatu kian menggeliat ketika kakak beradik Adolf dan Rudolf Dassler membuka pabrik dengan nama Gebruder Dassler Schuhfabrik pada 1924.Usaha dua bersaudara itu akhirnya pecah pada 1947. Rudolf mendirikan firma bernama Ruda yang kelak akan berganti nama menjadi Puma. Sementara Adolf mendaftarkan perusahaan bernama Adidas pada tahun 1949, disinilah awal mula sepatu bola klasik berwarna hitam. Sepanjang Piala Dunia FIFA 1966 hampir 75% pemain sepakbola mengenakan sepatu bola Adidas. Hal itu menjadi prestasi tersendiri bagi perusahaan tersebut.
Sejak saat itu sepatu bola telah ditingkatkan kualitasnya untuk mendukung performa permainan atlit sepakbola secara professional. Inovasi terus tumbuh dan berkembang dengan perusahaan-perusahaan yang maju dan menciptakan sepatu bola yang lebih mantap, ringan dan fleksibel. Beberapa perusahaan yang kemudian mengembangkan inovasi sepatu bola adalah Reebok, Puma, Nike, Diadora, Umbro, Lotto dan Kelme.
Mulai tahun 1910-an, sepatu dengan nama Cup Final Specials mendunia berkat “gigi-gigi” kayu di bagian bawah agar pemain mudah mencengkeramkan kakinya ke tanah. Ujung sepatu dibuat dengan pola anyaman agar pemain mudah menggerakkan jari kakinya selama mengontrol bola. Bentuk gigi itu seperti tabung dengan tiga paku kecil berujung tajam. Pemain harus memakukkan “kuku” itu ke sol dengan palu kecil.
Ukuran gerigi itu pun bervariasi. Pemain akan memilih gigi lebih panjang untuk bermain di lapangan becek agar tidak mudah terpeleset. Salah satu tugas wasit dan asistennya adalah mengecek sol itu sebelum pemain masuk ke lapangan. Jika gigi sepatu terlalu tajam dan menonjol, pemain tak diperbolehkan masuk.
Berbeda dengan sepatu sebakbola masa silam dibuat dari bahan kulit tipis tapi berat. Modelnya berupa laras panjang atau boot agar bisa melindungi engkel pemain dari sepakan lawan. Sepatu itu umumnya keras dan kaku sehingga sering membuat kaki pemakainya cedera. Agar lebih lentur dan enak dipakai, sepatu direndam dulu selama beberapa jam sebelum dikenakan, lalu dijemur sebentar agar kandungan air tidak memberatkan sepatu.
Di era 1920-an, sepatu bola mulai diproduksi secara massal. Salah satu yang terkenal di era itu adalah Manfield Hotspur. Sepatu kulit ini tidak hanya diproduksi untuk pemain dewasa, tapi juga untuk semua umur termasuk anak-anak.
Sepuluh tahun kemudian, muncullah variasi warna tali sepatu. Selain hitam, ada pula putih, merah, dan lainnya. Di lapangan, pemain kerap menggonta-ganti tali ini karena proses rendam-jemur sepatu membuat tali mudah rusak.
Pada 1951, perusahaan sepatu mulai mengendus bisnis baru. Mereka mencatut nama pemain terkenal untuk nama produknya. Bintang Inggris saat itu, Stanley Matthews, menjadi nama sepatu keluaran CWS. Ia mencatatkan diri sebagai pemain pertama yang disewa sebagai bintang iklan sepatu. Maka, dimulailah komersialisasi sponsor oleh produsen sepatu kepada pemain, yang saat itu mendapat gaji maksimal 20 poundsterling.
Matthews juga menjadi salah satu pengguna sepatu Continental, seri terbaru dari Manfield Hotspur dan dikenakan pemain-pemain di Eropa serta Brasil. Sepatu ini dibuat pada 1950-an hingga 1960-an. Pada masa itu, sol sepatu juga dibuat dengan bahan karet, plastik, atau logam dengan pengait sekrup.
Selain Matthews, pemain-pemain lain mulai mendapat tempat khusus di hati produsen. Sepatu Bobby Charlton, contohnya, beredar pada 1964. Dua tahun kemudian, muncul sepatu bernama Pele, yang dibuat sesuai tuntutan gaya main lincah ala pemain Brasil itu.
Selama itu sepatu sepak bola identik dengan kombinasi warna hitam atau cokelat dengan strip putih. Puma pernah membuat sepatu putih pada 1958, tapi baru dipertontonkan oleh pemain Inggris, Alan Ball, satu dekade kemudian. Corak lain mulai bermunculan pada 1998, salah satunya dikenakan oleh pemain Maroko, Moustafa Hadji.
Pada 1995, mantan pemain Liverpool, Craig Johnston, mendesain sepatu bernama Predator yang diproduksi oleh Adidas. Sepatu ini menggunakan kulit kanguru sebagai lapisan luarnya yang diklaim mempermudah lengkung arah bola. Klaim ini membuat sepatu itu laris manis dan antara lain dipakai eksekutor seperti Zinedine Zidane, David Beckham, dan Steven Gerrard.
Saat ini produsen membuat beragam sepatu dengan teknologi mutakhir sesuai kebutuhan pemakainya. Bentuk, desain, dan bahannya dibuat agar pemain bisa menggerakkan kakinya senyaman mungkin dan aman. Kuku-kuku di solnya pun tak selalu berjumlah sama satu dengan yang lain. Gigi-gigi yang awalnya berbentuk bulat berubah menjadi pilih dan ini sering dianggap gampang melukai lawan.
Sepatu masa kini pun tersedia dalam beragam warna. Nike, misalnya, pernah membuat sepatu berwarna genit merah muda bernama Nike Mercurial Vapor Rosa.Kita bisa melihatnya pada kaki Nicklas Bendtner dan Franck Ribery. Warna ngejreng seperti ini memang sangat mencolok di lapangan. Sebuah cara jitu untuk menarik penonton agar gampang memelototi permainan bintang favoritnya dan mencari tahu kemampuan sepatu yang dipakainya.
Kini sepatu bola telah banyak mengalami perubahan model bentuk, bahan, desain dan kualitas bahkan sepatu Adidas F50 adiZero di klaim sepatu paling ringan di dunia.
Kini sepatu bola merupakan senjata wajib yang harus dimiliki para pemain sepakbola,mereka para bintang sepakbola percaya jika sepatu yang dipakai amat membantu mereka mengeluarkan karakter permainan di lapangan.
Pada awalnya, pemain boleh mengenakan sepatu jenis apa pun di lapangan. Sepatu dengan alas polos yang sering dipakai untuk kerja pun diperbolehkan. Sepatu wanita dengan hak agak tinggi bahkan pernah digunakan para pemain sepakbola di lapangan hijau.Kemudian, keluarlah peraturan FIFA pada 1863. Salah satunya berbunyi, “Yang tidak memakai paku menonjol, lempengan besi, atau getah karet pada sol sepatunya tidak diperbolehkan bermain”.
Aturan itu memunculkan gairah tukang sepatu di Inggris dan Eropa untuk membuat sepatu khusus sepak bola. Sebelum industri massal dimulai, tukang sepatu kebanyakan membuatnya dalam skala produksi rumah tangga.
Pada 1895, Joe dan Jeff Foster mendirikan J.W. Foster and Sons di Bolton, Inggris, sebelum mengubahnya menjadi Reebok pada 1958. Sejak Januari 1905, Herman Jansen membuat toko sekaligus bengkel sepatu di rumahnya di Kota Hengelo, Provinsi Gelderland, Belanda timur. Pada tahun yang sama, muncul pula pembuat sepatu bola di Inggris.
Industri sepatu kian menggeliat ketika kakak beradik Adolf dan Rudolf Dassler membuka pabrik dengan nama Gebruder Dassler Schuhfabrik pada 1924.Usaha dua bersaudara itu akhirnya pecah pada 1947. Rudolf mendirikan firma bernama Ruda yang kelak akan berganti nama menjadi Puma. Sementara Adolf mendaftarkan perusahaan bernama Adidas pada tahun 1949, disinilah awal mula sepatu bola klasik berwarna hitam. Sepanjang Piala Dunia FIFA 1966 hampir 75% pemain sepakbola mengenakan sepatu bola Adidas. Hal itu menjadi prestasi tersendiri bagi perusahaan tersebut.
Sejak saat itu sepatu bola telah ditingkatkan kualitasnya untuk mendukung performa permainan atlit sepakbola secara professional. Inovasi terus tumbuh dan berkembang dengan perusahaan-perusahaan yang maju dan menciptakan sepatu bola yang lebih mantap, ringan dan fleksibel. Beberapa perusahaan yang kemudian mengembangkan inovasi sepatu bola adalah Reebok, Puma, Nike, Diadora, Umbro, Lotto dan Kelme.
Mulai tahun 1910-an, sepatu dengan nama Cup Final Specials mendunia berkat “gigi-gigi” kayu di bagian bawah agar pemain mudah mencengkeramkan kakinya ke tanah. Ujung sepatu dibuat dengan pola anyaman agar pemain mudah menggerakkan jari kakinya selama mengontrol bola. Bentuk gigi itu seperti tabung dengan tiga paku kecil berujung tajam. Pemain harus memakukkan “kuku” itu ke sol dengan palu kecil.
Ukuran gerigi itu pun bervariasi. Pemain akan memilih gigi lebih panjang untuk bermain di lapangan becek agar tidak mudah terpeleset. Salah satu tugas wasit dan asistennya adalah mengecek sol itu sebelum pemain masuk ke lapangan. Jika gigi sepatu terlalu tajam dan menonjol, pemain tak diperbolehkan masuk.
Berbeda dengan sepatu sebakbola masa silam dibuat dari bahan kulit tipis tapi berat. Modelnya berupa laras panjang atau boot agar bisa melindungi engkel pemain dari sepakan lawan. Sepatu itu umumnya keras dan kaku sehingga sering membuat kaki pemakainya cedera. Agar lebih lentur dan enak dipakai, sepatu direndam dulu selama beberapa jam sebelum dikenakan, lalu dijemur sebentar agar kandungan air tidak memberatkan sepatu.
Di era 1920-an, sepatu bola mulai diproduksi secara massal. Salah satu yang terkenal di era itu adalah Manfield Hotspur. Sepatu kulit ini tidak hanya diproduksi untuk pemain dewasa, tapi juga untuk semua umur termasuk anak-anak.
Sepuluh tahun kemudian, muncullah variasi warna tali sepatu. Selain hitam, ada pula putih, merah, dan lainnya. Di lapangan, pemain kerap menggonta-ganti tali ini karena proses rendam-jemur sepatu membuat tali mudah rusak.
Pada 1951, perusahaan sepatu mulai mengendus bisnis baru. Mereka mencatut nama pemain terkenal untuk nama produknya. Bintang Inggris saat itu, Stanley Matthews, menjadi nama sepatu keluaran CWS. Ia mencatatkan diri sebagai pemain pertama yang disewa sebagai bintang iklan sepatu. Maka, dimulailah komersialisasi sponsor oleh produsen sepatu kepada pemain, yang saat itu mendapat gaji maksimal 20 poundsterling.
Matthews juga menjadi salah satu pengguna sepatu Continental, seri terbaru dari Manfield Hotspur dan dikenakan pemain-pemain di Eropa serta Brasil. Sepatu ini dibuat pada 1950-an hingga 1960-an. Pada masa itu, sol sepatu juga dibuat dengan bahan karet, plastik, atau logam dengan pengait sekrup.
Selain Matthews, pemain-pemain lain mulai mendapat tempat khusus di hati produsen. Sepatu Bobby Charlton, contohnya, beredar pada 1964. Dua tahun kemudian, muncul sepatu bernama Pele, yang dibuat sesuai tuntutan gaya main lincah ala pemain Brasil itu.
Selama itu sepatu sepak bola identik dengan kombinasi warna hitam atau cokelat dengan strip putih. Puma pernah membuat sepatu putih pada 1958, tapi baru dipertontonkan oleh pemain Inggris, Alan Ball, satu dekade kemudian. Corak lain mulai bermunculan pada 1998, salah satunya dikenakan oleh pemain Maroko, Moustafa Hadji.
Pada 1995, mantan pemain Liverpool, Craig Johnston, mendesain sepatu bernama Predator yang diproduksi oleh Adidas. Sepatu ini menggunakan kulit kanguru sebagai lapisan luarnya yang diklaim mempermudah lengkung arah bola. Klaim ini membuat sepatu itu laris manis dan antara lain dipakai eksekutor seperti Zinedine Zidane, David Beckham, dan Steven Gerrard.
Saat ini produsen membuat beragam sepatu dengan teknologi mutakhir sesuai kebutuhan pemakainya. Bentuk, desain, dan bahannya dibuat agar pemain bisa menggerakkan kakinya senyaman mungkin dan aman. Kuku-kuku di solnya pun tak selalu berjumlah sama satu dengan yang lain. Gigi-gigi yang awalnya berbentuk bulat berubah menjadi pilih dan ini sering dianggap gampang melukai lawan.
Sepatu masa kini pun tersedia dalam beragam warna. Nike, misalnya, pernah membuat sepatu berwarna genit merah muda bernama Nike Mercurial Vapor Rosa.Kita bisa melihatnya pada kaki Nicklas Bendtner dan Franck Ribery. Warna ngejreng seperti ini memang sangat mencolok di lapangan. Sebuah cara jitu untuk menarik penonton agar gampang memelototi permainan bintang favoritnya dan mencari tahu kemampuan sepatu yang dipakainya.
Kini sepatu bola telah banyak mengalami perubahan model bentuk, bahan, desain dan kualitas bahkan sepatu Adidas F50 adiZero di klaim sepatu paling ringan di dunia.
Kini sepatu bola merupakan senjata wajib yang harus dimiliki para pemain sepakbola,mereka para bintang sepakbola percaya jika sepatu yang dipakai amat membantu mereka mengeluarkan karakter permainan di lapangan.
Sepatu
ALAS
KAKI, apapun nama, bentuk, atau modelnya, telah begitu lekat dengan
kaki semua orang. Namun, keakraban kaki dengan pembungkusnya itu tidak
dialami dengan mudah oleh banyak orang sebelum tahun 1882. Tepatnya,
ketika Jan Ernst Matzeliger, pekerja di sebuah pabrik sepatu di Amerika,
menemukan mesin pembuat sepatu. Dengan ditemukannya mesin-mesin pembuat
sepatu yang lain, dimulailah produksi masal sepatu, sehingga harganya
pun menjadi terjangkau. Orang tak perlu lagi membuat sendiri atau repot
memesan pada tukang sepatu keliling.
Namun,
untuk sampai pada tahap itu, sepatu mengalami perjalanan yang sangat
panjang. Ribuan tahun yang lalu, kulit binatang mentah dipilih untuk
pembungkus tubuh dan kaki manusia.
Bila
didaerah dingin pembungkus itu berbentuk sepatu, masyarakat di daerah
panas lebih menyukai sandal. Orang Mesir kuno di tahun 3700 SM misalnya,
sudah mengenakan sandal dari serat tanaman atau kulit binatang.
Bahan
dasarnya tergantung pada materi yang tersedia dan kondisi alamnya.
Sepatu kayu misalnya, sangat populer di Benua Eropa yang banyak
berhutan. Sedangkan klompen kayu (semacam "sepatu" bakiak) banyak
ditemukan di negara-negara bercuaca hangat seperti Timur Tengah, India
dan Jepang. Bila mokasin (sepatu yang dibuat dari selembar bahan
sehingga tidak ada jahitan antara sol dengan bagian atas sepatu) dari
kulit pohon jadi alas kaki masyarakat Skandinavia, maka sandal jerami
dan sepatu kain dapat dijumpai menghiasi kaki masyarakat Korea dan Cina.
Khusus masyarakat di wilayah bercuaca sangat dingin, sepatu bot banyak
dipakai. Orang Tibet, Bhutan, dan Nepal di sekitar Himalaya, misalnya,
sangat akrab dengan sepatu bot dari kulit yak.
Alas
kaki ternyata tidak selalu dianggap penting, apalagi oleh masyarakat
wilayah yang banyak disinari matahari. Pada lukisan dinding dari zaman
Mesir kuno, hanya para raja dan pendeta yang mengenakan alas kaki - itu
pun berupa sandal - yang terbuat dari jalinan alang-alang, atau sandal
kulit seperti yang terbuat dari jalinan alang-alang, atau sandal kulit
seperti yang dikenakan Tutankhamen, salah satu firaun Mesir.
Bagi
serdadu Yunani kuno, sandal malah punya fungsi yang amat khusus. Mereka
hanya mengenakan satu pada kaki kiri. Saat perkelahian satu lawan satu,
karena perisai dibawa dengan tangan kiri, kaki kiri itu selalu siap
maju, kalau perlu menendang selangkangan lawan. Nah, tendangan dengan
sandal tentu lebih afdol.
Pada
abad IV, sepatu yang dihias dengan indah banyak ditemukan di Bizantium.
Model sepatu dengan ujung panjang muncul di akhir abad IV sampai abad
XV. Maklum, mode topi dan hiasan kepala saat itu juga runcing-runcing.
Ada sepatu seorang pangeran yang panjang ujungnya 60 cm. Untuk
mempertahankan bentuknya tentu saja mesti disumpal serat atau jerami.
Sepatu demikian disebut poulainne atau crakow, mungkin indikasi tempat
asalnya: Polandia. Supaya praktis, ujung sepatu diikat dengan rantai ke
pangkal sepatu di tulang kering. Oleh Edward IV, raja Inggris 1442-1483,
ujung sepatu lalu di batasi maksimal 5 cm saja.
Pada
abad XVII lahir model sepatu berhak tinggi dengan pita. Tahun 1660
Louis XIV, raja Prancis yang terkenal suka kemewahan dan keindahan,
mendapat hadiah sepasang sepatu berhak tinggi dengan pita sepanjang 40
cm. Tetapi haknya dibuat melengkung untuk disesuaikan dengan tubuh Louis
yang pendek. Meski tak praktis dan membuat pemakainya bisa tersandung,
model itu sangat disukai raja dan kerabatnya.
Pada
abad XVIII sepatu mencapai puncak kecentilannya. Ada yang dihiasi kain
brokat, atau kulit anak kambing yang lembut, entah dibordir atau dihiasi
manik-manik. Ujungnya runcing, haknya tinggi melengkung. Bahkan ada
yang dihiasi gesper bertatahkan berlian.
Kini
perkembangan pengetahuan yang begitu pesat menyentuh pula bidang
pembuatan sepatu. Proses rancang-merancang dilakukan dengan bantuan
komputer, sedangkan sinar laser digunakan untuk memotong bahan dengan
cepat dan tepat.Sumber
Langganan:
Postingan (Atom)